Gambar Sampul Antropologi · Bab V Studi Etnografi dan Bahasa Lokal
Antropologi · Bab V Studi Etnografi dan Bahasa Lokal
Supyiyanto

22/08/2021 08:16:30

SMA 12 K-13

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

133

Tujuan Pembelajaran:

Sesudah kalian aktif mengikuti pokok bahasan dalam bab ini diharapkan kalian dapat mengetahui

etnografi dan bahasa lokal.

Studi Etnografi dan

Bahasa Lokal

Untuk mempelajari bab ini ingatlah dan pahami

Kata Kunci

di bawah ini.

1.

Etnografi

2.

Bahasa lokal

3.

Budaya

Peta konsep berikut memudahkan kalian dalam mempelajari materi pada bab ini.

Studi Etnografi, Pemetaan, dan Penyebaran Bahasa

Lokal

Studi Etnografi

Pemetaan dan

Penyebaran Bahasa Lokal

Pengertian dan

Makna

Studi

Etnografi

Pemetaan

Bahasa

Penyebaran

Bahasa

Bab V

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

134

Sering kalian mendengar melalui radio atau televisi tayangan yang

menampilkan suku bangsa tertentu berbicara dengan bahasa daerah

setempat. Kalian pasti bingung dan tidak mengetahui maksud dan artinya.

Untuk menambah wawasan kalian maka cobalah kalian mempelajari

etnografi seperti yang akan kita bahas berikut ini.

Di dalam masyarakat, kata etnografi sering dipergunakan dalam

berbagai konteks dengan macam makna. Etnografi merupakan ilmu

mengenai bangsa dan suku bangsa. Di Indonesia kita mengenal berbagai

macam suku bangsa dari Sabang sampai Merauke. Kita juga mengenal

berbagai bentuk bahasa lokal. Dengan beragamnya bentuk adat istiadat

ini maka para ilmuwan membentuk ilmu baru yaitu dengan nama

Etnografi.

Tidak mudah memahami etnografi. Ilmu ini membutuhkan penelitian

suku bangsa yang mendalam, sehingga kajian ini bisa berkembang

mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Studi etnografi sangat

menarik dipelajari. Hal ini dikarenakan ilmu ini bisa menambah

pengalaman kalian dalam kehidupan sehari-hari. Dengan belajar etnografi,

kalian juga akan mengetahui bentuk-bentuk suku bangsa yang ada di

Indonesia maupun di dunia.

Keberagaman suku bangsa dan bahasa yang ada di dunia akan

menciptakan variasi dalam mengkaji etnografi. Tetapi, sebelum

mempelajari suku bangsa maupun bahasa tersebut kalian harus benar-

benar memahami etnografi. Adapun penjelasan tentang studi etnografi

akan dipaparkan dalam bab ini.

Sumber.

Picture 12.3 hal 152

Gambar 5.1

Setiap hari kalian pasti menggunakan bahasa

sebagai sarana komunikasi dengan orang lain

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

135

Sumber.

Majalah Garuda Juli 2001

Gambar 5.2

Suku Asmat bisa

menjadi kajian etnografi

A.

Studi Etnografi

1.

Pengertian dan Makna Studi Etnografi

Apakah kalian pernah mendengar istilah etnografi? mungkin kalian

pernah membaca atau mendengarnya Coba bandingkan pemahaman

kalian selama ini dengan pembahasan berikut ini.

Etnografi terdiri dari dua kata, yakni

etno

dan

graphy. Etno

berarti

bangsa atau suku bangsa.

Graphy

berarti tulisan. Berdasarkan asal-usul

katanya (etimologi), etnografi berarti tulisan yang berisi deskripsi atau

gambaran mengenai kehidupan dan kebudayaan suatu suku bangsa.

Menurut Koentjaraningrat (1999), “konsep suku bangsa dipadankan

dengan

ethnic group

dalam bahasa Inggris”.

Ethnic group

lebih tepat bila

diterjemahkan dengan kelompok etnik. Menurut Zulyani Hidayah, (1999),

istilah suku bangsa dan kelompok etnik dapat saling mengganti, karena

memiliki konsep dasar yang sama. Dalam bahasa Indonesia, lebih tepat

menggunakan suku bangsa dalam rangka melihat bangsa Indonesia dari

sudut kebangsaan, dan yang menyebabkan adanya paroh-paroh (suku-

suku) bangsa. Sedangkan istilah kelompok etnik nampaknya lebih

cenderung dipakai di lingkungan akademik, terutama untuk membiasakan

pemakainya dengan konsep tentang kelompok-kelompok sosial yang

berkembang di lingkungan ilmu-ilmu sosial – kebudayaan.

P

ada prinsip konsep suku bangsa memiliki

makna yang sama dengan kelompok etnik.

Apakah yang dimaksud dengan suku bangsa?

Perhatikan beberapa definisi suku bangsa

berikut:

a.

Menurut Koentjaraningrat (1989), suku

bangsa merupakan kelompok sosial atau

kesatuan hidup manusia yang mempunyai

sistem interaksi, sistem norma yang

mengatur interaksi tersebut, adanya

kontinuitas dan rasa identitas yang

mempersatuan semua anggotanya serta

memiliki sistem kepemimpinan sendiri.

b.

Menurut Theodorson dan Theodorson yang dikutip oleh

Zulyani

Hidayah (1999)

, kelompok etnik adalah suatu kelompok sosial yang

memiliki tradisi kebudayaan dan rasa identitas yang sama sebagai

bagian dari kelompok masyarakat yang lebih besar.

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

136

c.

Menurut Abner Cohen yang dikutip oleh Zulyani Hidayah (1999),

kelompok etnik adalah suatu kesatuan orang-orang yang secara

bersama-sama menjalani pola-pola tingkah laku normatif, atau

kebudayaan, dan yang membentuk suatu bagian dari populasi yang

lebih besar, saling berinteraksi dalam kerangka suatu sistem sosial

bersama, seperti negara.

Persamaan dari ketiga definisi di atas adalah suku bangsa sebagai

kesatuan hidup manusia yang memiliki kebudayaan dan tradisi yang unik,

membuat mereka mereka memiliki identitas khusus dan berbeda dengan

kelompok lainnya, dan suku bangsa merupakan bagian dari populasi yang

lebih besar yang disebut dengan bangsa.

Menurut Zulyani Hidayah, bangsa Indonesia terdiri 656 suku bangsa.

J.M. Melalatoa memperkirakan jumlah suku bangsa Indonesia berkisar

500. Jumlah populasi setiap suku bangsa Indonesia tidaklah merata. Ada

suku bangsa yang terdiri dari puluhan juta jiwa (misalnya suku bangsa

Jawa, dalam tahun 1991 saja sudah berjumlah 60 juta jiwa), dan di lain

pihak ada juga suku bangsa Indonesia yang terdiri dari sekitar seribu jiwa

(suku bangsa Bgu di pantai utara Irian Jaya) pada tahun 1964 hanya terdiri

dari 981 jiwa) (Koentjaraningrat, 1999).

Jenis karangan terpenting yang mengandung bahan pokok dari

pengolahan dan analisa antropologi adalah karangan etnografi. Isi dari

sebuah karangan etnografi adalah suatu deskripsi mengenai kebudayaan

etnik dari suatu suku bangsa secara holistik (keseluruhan). Untuk suku

bangsa yang dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit dan wilayah

penyebaran yang tidak luas seperti suku bangsa Bgu, sangat dimungkinkan

untuk membuat studi etnografi yang lengkap dan holistik. Sebaliknya

sangat sukar untuk membuat studi etnografi yang lengkap dan

menyeluruh (holistik) terhadap suku bangsa yang sangat banyak (seperti

suku bangsa Jawa) dengan wilayah penyebaran yang luas, terhadap suku

bangsa seperti ini, hanya dapat dihasilkan studi etnografi bagian tertentu

dari kebudayaannya dengan wilayah tertentu pula.

Studi etnografi dilakukan berdasarkan kerangka 7 (tujuh) unsur

universal kebudayaan. Studi etnografi juga dilengkapi dengan identitas

suku bangsa, seperti nama, identitas alam dan sejarah. Perpaduan unsur

universal dan lokal membuat studi etnografi menghasilkan paparan suku

bangsa yang unik dalam bingkai kebudayaan universal. Menurut

Koentjaraningrat (1999) studi etnografi mendeskripsikan kebidayaan suatu

suku bangsa yang disusun berdasarkan suatu kerangka etnografi, terdiri

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

137

dari bab-bab seperti yang tercantum di bawah ini, sementara setiap bab

terbagi lagi ke dalam sub- sub bab khusus.

a.

Nama suku bangsa.

b.

Lokasi, lingkungan alam dan demografi.

c.

Asal mula dan sejarah.

d.

Bahasa.

e.

Sistem komunikasi.

f.

Sistem mata pencaharian.

g.

Sistem kemasyarakatan.

h.

Sistem pengetahuan.

i.

Kesenian.

j.

Agama dan sistem religi.

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat

unik. Secara horizontal ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-

kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa,

perbedaan-perbedaan agama, adat serta kedaerahan. Secara vertikal,

struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan vertikal

antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Perbedaan-

perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat serta

kedaerahan sering kali disebut sebagai masyarakat majemuk, suatu

istilah yang mula-mula dikenalkan oleh Turnival untuk

menggambarkan masyarkaat yang terdiri atas dua atau lebih elemen

yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam

kesatuan politik. Maka dari itu masyarakat Indonesia disebut sebagai

masyarakat yang majemuk di mana masyarakat daerah tropis berkuasa

dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras.

2.

Studi Etnografi Indonesia

Bangsa Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa. Studi etnografi

terhadap suku bangsa Indonesia terus diadakan secara berkesinambungan.

Hasil studi itu dapat kita baca dalam berbagai buku studi etnografi Indonesia.

T

etapi sangat tidak mungkin untuk memaparkan hasil studi etnografi terhadap

semua suku bangsa Indonesia dalam buku ini. Untuk itu buku ini hanya

memeparkan beberapa studi etnografi suku bangsa Indonesia, yang dianggap

dapat mewakili keseluruhan suku bangsa Indonesia berdasarkan letak geografi

dan jumlah pendukungnya serta tipe masyarakatnya.

Wahana Antropologi

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

138

a.

Studi Etnografi Suku Bangsa Bgu, Irian Jaya

Orang Bgu disebut juga orang

Bonggo. Orang luar menyebut mereka

sebagai orang Bonggo, tetapi mereka

sendiri menyebut diri sebagai orang Bgu.

Mendiami daerah sekitar muara sungai

Wiruwai, lebih kurang 120 km sebelah

barat kota Jayapura, propinsi Irian Jaya.

Daerah ini berawa-rawa dan dialiri oleh

sungai-sungai kecil yang berasal dari

pegunungan Irie dan Siduarsi. Wilayah

mereka terletak di sebalah timur wilayah

orang Sarmi dan sebelah barat orang

Demta-Betaf. Orang Bgu mendiami empat buah desa di kecamatan

Bonggo, kabupaten Jayapura, yaitu; Taronta, Tarawani, Armopa Lama

(Bonggo) dan Amopa Baru (Zulyani Hidayah, 1999).

1)

Sistem mata pencaharian,

yang terpenting dari orang Bgu adalah

meramu sagu (pom). Hutan-hutan sagu yang sekarang berada pada

kira-kira tiga sampai lima kilometer jauhnya dari desa-desa terbagi

ke dalam wilayah-wilayah dengan batas-batas yang tegas, yang

menjadi hak kelompok-kelompok kekerabatan yang tertentu. Orang

Bgu berhak mengambil sagu diwilayah yang diwarisinya dari

ayahnya dan di wilayah saudara pria ibunya (yang disebut olehnya

wausu), kadang-kadang juga diwilayah saudara-saudara pria dari ibu

dan wausu tadi serta di wilayah isterinya (Koentjaraningrat, 1999).

2)

Sistem kemasyarakatan

dapat kita lihat pada sistem kekerabatannya.

Orang Bgu sangat mementingkan status keluarga inti yang cenderung

memilih pola pemukiman yang utrokal sifatnya. Bentuk keluarga luas

hampir tidak dikenal. Adat mereka mengijinkan seseorang lelaki

mempunyai beberapa orang istri, masuknya pengaruh agama Nasrani

perkawinan mereka cenderung monogami. Mas kawin yang mereka

sebut krae amat penting artinya dalam hubungan kekerabatan, terdiri

dari berbagai barang perhiasan, seperti: cincin yang terbuat dari kulit

kerang (sebkos), kalung yang terbuat dari dari untaian merjan (mote),

kalung yang dibuat dari untaian gigi anjing (kdarf), sabuk yang dibuat

dari anyaman merjan (bitem), gelang dari merjan (mak) dan gelang

kaki yang terbuat dari untaian tali-tali (weikoki). Selain itu harus pula

ditambah dengan pakaian, bahan pakaian, alat-alat dapur dan wadah-

Sumber.

Kompas 15 Agustus 2006

Gambar 5.3

Suku bangsa Irian

sangat rawan dengan konflik

horisontal

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

139

wadah. Kalau mas kawin tetap belum dibayar sampai anak lahir,

maka anak itu diadopsi oleh kerabat pihak ibu, cara ini disebut teiya-

mekyo, upacaranya disebut wendedka (Zulyani Hidayah, 1999)

3)

Agama dan sistem religi,

Pada saat ini pada umumnya orang Bgu

menganut agama Kristen. Jejak-jejak religi tradisional orang Bgu dapat

ditemukan pada kepercayaan mereka. Orang Bgu percaya kepada

suatu jiwa kedua yang mereka sebut

tnikenya

, tetapi keterangan-

keterangan informan tentang hal itu terlampau kacau sehingga sukar

untuk mendapat gambaran yang tegas mengenai konsep itu. Hanya

pada istilah

kenya

yang berarti anak, dapat disimpulkan bahwa orang

Bgu membayangkan jiwa ini sebagai anak kecil dalam tubuh. Mereka

juga percaya terhadap roh orang meninggal, roh baik dan jahat yang

ada di alam sekitar tempat tinggal manusia yang disebut dengan

sepro,

selain itu ada juga roh-roh jahat seperti buaya jadian, jin buaya, jin

ular naga, hantu kaya (

segitemtua

) yang mendapat kedudukan khusus

dalam dunia hanti-hanti orang Bgu (Koentjaraningrat, 1999).

Koentjaraningrat (1999)

mengelompokkan suku bangsa Bgu kepada

tipe masyarakat berdasarkan sistem berkebun yang amat sederhana,

dengan keladi dan ubi jalar sebagai tanaman pokoknya dalam kombinasi

dengan berburu dan meramu; penanaman padi tak dibiasakan; sistem

dasar kemasyarakatnnya berupa desa terpencil tanpa differensiasi dan

stratifikasi yang berarti, gelombang pengaruh kebudayaan menanam padi,

kebudayaan perunggu, kebudayaan Hindu dan agama Islam tidak

dialami; isolasi dibuka oleh Zending dan Missionaris.

b.

Studi Etnografi Suku Bangsa Ambon

Suku bangsa Ambon mendiami pulau Ambon, Hitu dan Saparua,

Propinsi Maluku. Pulau Ambon merupakan salah satu pulau dari kepulauan

Maluku. Suatu pulau yang terletak antara pulau Irian di sebelah timur,

pulau Sulawesi di sebelah barat, lautan Teduh di sebelah utara dan lautan

Indonesia di sebelah selatan. Penduduknya ada yang tinggal di pantai dan

daerah pegunungan. Penduduk pantai merupakan campuran dari

penduduk asli dengan orang-orang pendatang berasal dari berbagai pulau,

seperti orang Bugis, Makasar, orang Buton dan dahulu banyak orang Jawa

yang bertempat tinggal di Maluku. Penduduk di daerah pegunungan

merupakan penduduk asli yang diperkirakan berasal dari Pulau Seram.

1)

Bahasa,

wilayahnya yang terdiri dari banyak pulau menyebabkan

beragamnya bahasa di Maluku. Pada umumnya bahasa-bahasa di

kepulauan Maluku dimasukkan dalam rumpun bahasa Austronesia,

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

140

kecuali bahasa Ternate dan Tidore. Menurut

Zulyani Hidayah (1999)

,

bahasa Ambon sendiri merupakan perkembangan dari bahasa Melayu.

Ada juga yang menyebut bahasa Ambon sebagai bahasa Melayu

Ambon atau Nusalaut. Bahasa Ambon dibagi kedalam dialek-dialek;

Nusalaut, Saparua, Haruku, Hila, asilulu, Hatu, Wakasihu, dan lain-

lain. Sekarang bahasa Ambon menjadi bahasa pengantar bagi

masyarakat yang berbeda-beda suku bangsa di daerah propinsi

Maluku, khususnya Kabupaten Maluku Tengah.

2)

Sistem mata pencaharian,

mata pencaharian orang Ambon pada

umumnya adalah pertanian di ladang. Orang membuka sebidang

tanah diladang dengan menebang pohon-pohon dan dengan

membakar batang-batang dan dahan-dahan yang telah kering.

Ladang-ladang yang dibuka dengan cara demikian hanya diolah

sedikit dengan tongkat, kemudian ditanami tanpa irigasi dengan

kacang-kacangan dan ubi-ubian. Sagu adalah makanan pokok orang

Ambon, kini mereka juga sudah terbiasa dengan beras dan nasi,

meskipun belum seluruhnya. Pohon sagu tidak perlu ditanam dan

dipelihara karena pohon itutumbuh di pulau-pulau Maluku dengan

tak terbilang banyaknya dalam rawa-rawa. Pohon sagu berumur 6

sampai 15 tahun dinilai cukup masak untuk menghasilkan tepung

sagu. Ditebang kemudian batangnya dibelah dan terasnya yang terdiri

dari serat-serat berisi tepung dipukul-pukul sehingga lepas. Serat-serta

dicuci dengan air dan diperas-peras di atas saringan kain, sehingga

tepungnya dapat ditadah. Kemudian tepung itu dicetak menjadi blok-

blok empat persegi dengan daun sagu dan dinamakan

tuman

. Cara

orang Ambon makan sagu dengan membakar tuman atau dengan

memasaknya menjadi bubur kental (

pepeda

) (Koentjaraningrat, 1999).

Pluralitas masyarakat Indonesia menimbulkan persoalan berupa

sebagaimana masyarakat untuk integrasi pada tingkat nasional yaitu

secara horisontal atau vertikal. Perbedaan suku bangsa, agama,

daerah dan pelapisan sosial saling silang-menyilang satu sama lain

menghasilkan suatu keanggotaan golongan yang bersifat silang-

menyilang pula.

Cross-cutting affilations

yang demikian telah

menyebabkan konflik-konflik antara glongan di Indonesia menjadi

tajam. Konflik suku bangsa, misalnya akan segera teredusir oleh

bertemunya loyalitas agama, daerah, dan pelapisan sosial dari para

Wahana Antropologi

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

141

anggota suku bangsa yang terlibat di dalam pertentangan tersebut

dan sebaliknya. Oleh karena itu akibat hal di atas maka masyarakat

akan mengalami cross-cutting loyalitias itulah maka sampai pada

suatu tingkatan tertentu masyarakat Indonesia juga berintegrasi di

atas tumbuhnya perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, daerah

dari pelapisan sosial yang bersifat menyilang.

3)

Sistem kekerabatan

,

orang Ambon menghitung hubungan kekerabatan

melalui garis keturunan bapak (patrilineal), dan pola menetap setelah

kawin adalah di lingkungan pihak bapak (patrilokal). Kesatuan

kekerabatan yang paling penting adalah maturamah (keluarga batih)

yaitu sebuah kesatuan keluarga yang terdiri satu keluarga inti senior

dan keluarga-keluarga inti yunior dari garis keturunan laki-laki. Pada

tingkat yang lebih luas lagi mereka mengenal bentuk kesatuan

kekerabatan yang lebih luas terbatas yang disebut istilah soa yang

sering diganti pemakaiannya dengan istilah fam (

family

, dari bahasa

Belanda) (Zulyani Hidayah, 1999).

4)

Sistem kemasyarakatan

,

organisasi pemukiman orang Ambon adalah

desa yang mereka sebut dengan negeri yang dikepalai oleh seorang

kepala desa (kepala negeri) yang diberi gelar bapa raja. Dahulu, cara

bapa raja memperoleh jabatannya adalah melalui keturunan (warisan),

sekarang sudah melalui pemilihan. Bapa Raja dibantu beberapa

perangkat negeri (desa) dalam menjalankan pemerintahan, mereka

sebut dengan badan saniri negeri (saniri desa) terdiri dari :

a)

Tuan tanah; ahli adat mengenai hukum adat tanah dan soal-soal

warisan tanah.

b)

Kapitan; seorang pejabat adat yang dulu merupakan panglima

perang

c)

Kewang; polisi kehutanan

d)

Marinyo; penyiar berita di desa

5)

Agama dan sistem religi,

pada umumnya orang Ambon sudah

menganut agama Kristen dan Islam. Orang Ambon memiliki religi

tradisional yang sampai saat ini masih dapat kita temukan jejaknya

pada kehidupan keseharian. Mereka percaya terhadap roh-roh yang

harus dihormati dan diberi makan minum dan tempat tinggal agar

supaya tidak menjadi gangguan bagi manusia. Sesuai dengan religi

tradisional, orang Ambon mengenal beberapa jenis upacara, yaitu :

a)

Untuk masuk baileu, terlebih dahulu orang harus melakukan upacara

untuk meminta izin kepada roh-roh yang ada di baileu. Upacara minta

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

142

izin dipimpin oleh tuan negeri (mauweng) yaitu perantara antara

manusia dengan roh-roh nenek moyang. Orang harus mengenakan

pakaian adat berwarna hitam untuk masuk baileu dengan

mengenakan sapu tangan merah yang dikalungkan pada bahu.

Dalam baileu terdapat pamili yaitu batu yang dianggap keramat

(berkekuatan gaib).

b)

Upacara curi negeri yang mungkin dapat disamakan dengan upacara

bersih desa di Jawa. Upacara ini mengharuskan semua penduduk desa

membersihkan segala sesuatu dengan baik. Mereka wajib

membersihkan baileu, rumah-rumah dan pekarangan. Pengabaian

terhadap keharusan ini dipercayai akan mendatangkan sanksi religi

yaitu orang yang bersangkutan sakit, kemudian mati, atau seluruh desa

bisa terjangkit penyakit, atau kegagalan panen. Tujuan upacara ini

adalah untuk kebersihan dan keselamatan penduduk serta

menghidupkan rasa hubungan dengan nenek moyang yang

membangun baileu, sumber-sumber air dan tempat-tempat suci lainnya.

Koentjaraningrat (1999) mengelompokkan suku bangsa Ambon pada

tipe masyarakat pedesaan berdasarkan bercocok tanam di ladang atau di

sawah dengan padi sebagai tanaman pokok. Sistem dasar

kemasyarakatannya berupa komuniti petani dengan differensiasi dan

stratifikasi sosial yang sedang dan yang merasakan diri bagian bawah dari

suatu kebudayaan yang lebih besar, dengan suatu bagian atas yang

dianggap lebih halus dan beradab di dalam masyarakat kota; masyarakat

1.

Menurut kalian kenapa masyarakat Ambon

sangat rawan dengan konflik?

2.

Menurut kalian apa faktor penyebab dari

kerusuhan tersebut? Jelaskan!

3.

Bagaimana sistem religi yang terbangun

agar konflik tidak terjadi lagi? Gunakan

analisa etnografi!

Coba kalian praktekkan dalam kehidupan

sehari-hari cara hidup rukun dan damai untuk menghindari konflik

sehingga suasana aman dan tentram dapat tercipta di lingkungan

tempat tinggal kalian.

Sumber.

www.liputan6sctv.com

Investigasi Budaya:

“Ayo kembangkan wawasan kebhinekaan dan orientasi kecakapan

pada diri kalian!”

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

143

kota yang menjadi arah orientasinya itu, mewujudkan suatu peradaban

kepegawaian yang oleh sistem pemerintahan kolonial beserta zending dan

missie, atau oleh pemerintah Republik Indonesia yang merdeka,

gelombang pengaruh kebudayaan Hindu dan agama Islam tidak dialami.

c.

Studi Etnografi Minangkabau

Suku bangsa Minangkabau menempati daratan tengah Pulau

Sumatera yang menjadi propinsi Sumatera Barat. Daerah asal kebudayaan

Minangkabau kira-kiea seluas daerah propinsi Sumatera Barat sekarang

ini, dengan dikurangi daerah kepulauan Mentawai. Menurut mereka,

wilayah kebudayaan itu dipertentangkan menjadi dua, yaitu antara

darek

(darat) dan

pasisie

(pesisir) atau rantau. Berkembang anggapan bahwa

orang

pasisie

berasal dari darat. Dengan sendirinya daerah asal

kebudayaan Mingkabau adalah daerah darat. Nenek moyang suku bangsa

mingkabau berasal dari suatu tempat yang disebut dengan

Par(h)iangan

,

Padang Panjang. Dari

Pariangan,

nenek moyang mereka berpindah dan

menyebar ke daerah kebudayaan sekarang ini.

1)

Bahasa,

ibu Minangkabau adalah

bahasa Minangkabau berlaku bagi

semua suku bangsa Minangkabau.

Bahasa ini memiliki hubungan yang

erat dengan bahasa Melayu. Menurut

penelitian ilmu bahasa, bahasa

Minangkabau boleh merupakan

sebuah bahasa tersendiri, tetapi boleh

juga dianggap sebagai sebuah dialek

saja dari bahasa Melayu. Kata-kata

dalam bahasa Melayu, umumnya

dapat dicarikan kesamaannya dalam

bahasa Minangkabau dengan jalan merobah bunyi-bunyi tertentu

saja. Perhatikan contoh-contoh berikut ini:

jua

‘jual’,

alui

‘halus’,

taba

‘tebal’,

lapa

‘lapar’,

saba

‘sabar’,

takuik

‘takut’, dan sebagainya. Di

samping itu banyak kata-kata yang sama betul antara Bahasa Melayu

dan Minangkabau

(Koentjaraningrat, 1999)

.

2)

Sistem mata pencaharian utama,

suku bangsa Mingkabau adalah

bertanam padi di sawah berteras-teras dengan sistem irigasi tradisional

atau dengan sistem tadah hujan. Sebagian ada pula yang bertanam

padi di ladang. Tanaman pertanian lain adalah sayur mayur, kopi,

cengkeh, kulit manis, kelapa, buah-buahan dan sebagainya. Sebagian

Sumber.

Indonesia Heritage

Gambar 5.4

Rumah adat dapat

menjadi simbol dari sistem sosial

masyarakat

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

144

lagi bekerja menangkap ikan di sungai dan laut atau beternak

bermacam-macam hewan. Pada masa sekarang orang minangkabau

banyak yang menjadi pedagang, pegawai dan ahli berbagai bidang.

Jumlah populasinya sulit untuk ditentukan karena tersebar di berbagai

daerah Indonesia. Diperkirakan setidaknya ada enam juta jiwa orang

Minangkabau (Zulyani Hidayah, 1999).

3)

Sistem kekerabatan,

suku bangsa Minangkabau menggunakan sistem

matrilineal dalam menarik garis keturunan Ibu (matrilineal). Sistem

perkawinannyanya adalah bersifat eksogami. Ibu lebih dominan

dalam kehidupan berkeluarga bila dibandingkan dengan bapak.

Dominasi ibu dijalankan oleh saudara laki-lakinya. Suami dalam

lingkungan rumah ieterinya disebut sumando, dalam lingkungan

rumah ibunya ia disebut tungganai, yaitu orang yang bertanggung

jawab untuk saudara perempuan dan kemenakannya. Seorang ayah

dalam keluarga Minangkabau termasuk keluarga lain dari keluarga

isteri dan anaknya, sama halnya dengan seorang anak dari seorang

laki-laki akan termasuk keluarga lain dari ayahnya. Kepentingan suatu

keluarga diurus oleh seorang laki-laki dewasa dari keluarga itu yang

bertindak sebagai niniek mamak bagi keluarga. Mamak berarti

saudara laki-laki ibu. Keluarga luas orang Minangkabau yang terbatas

berdasarkan keturunan perempuan disebut paruik atau saparuik (satu

perut), sering juga disebut dengan kaum. Gabungan dari beberapa

kaum yang berasal dari cikal bakal yang sama adalah suku.

4)

Sistem kemasyarakatan

,

kesatuan tempat tinggal terkecil disebut

dengan desa yang terdiri dari daerah nagari dan daerah taratak. Nagari

adalah daerah kediaman utama dan dianggap pusat dari sebuah desa.

Taratak adalah daerah hutan dan ladang. Orang yang diam di taratak

adalah orang yang bertugas untuk menjaga dan mengerjakan dan

mengerajakan tanah yang ada di situ dan biasanya tanah itu bukan

miliknya. Di setiap nagari pada desa terdapat sebuah mesjid, balai

adat dan tempat untuk untuk pasar sekali atau dua kali seminggu,

dan menjadi tempat tinggal sebagian besar penduduk desa yang

bersangkutan. Desa dikepalai oleh seorang kapalo nagari (kepala desa)

yang dipilih secara demokratis oleh penduduk. Unsur-unsur

kepemimpinan dalam suatu desa terdapat penghulu kaum, diatanya

terdapat penghulu suku, lalu ditingkat nagari ada penghulu andiko

(penghulu utama). Keputusan adat dibuat oleh para penghulu ini

dengan mendapat dukungan dari ninik mamak, cadiak pandai (orang

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

145

pintar) dan alim ulama, ketiga unsur pendukung ini disebut dengan

tungku tigo sajarangan.

5)

Kesenian,

Minangkabau amat banyak mengambil gagasan dari

lingkungan alamnya. Mereka mengembangkan motif-motif ukiran

di rumah gadang dari bentuk tumbuh-tumbuhan. Motif binatang dan

manusia hampir tidak ada atau tidak ditemukan lagi, mungkin karena

pengaruh kebudayaan Islam. Seni tarinya jyga mengambil gagasan

dari dinamika alam sekitar yang juga mempengaruhi seni bela dirinya

(silat). Seni tari dan silat ini banyak mengandung unsur magis dan

gerakan akrobatik. Mereka mengembangkan suatu teater rakyat yang

disebut randai dan tarian yang mempertontonkan kekebalan (dabus).

Seni musiknya cukup beragam, seperti dendang, dikia (zikir), indang,

salawat, berzanji dan ratok. Alat musik tradisionalnya juga banyak

diambil dari alam, seperti saluang (bambu tiup), bansi (seruling

bambu), pupuik (seruling dari batang padi dan daun enau), rebana,

gendang, adok, doal dan sebagainya (Zulyani Hadayah, 1999).

6)

Agama dan sistem religi,

suku bangsa Minangkabau menganut agama

Islam. Mereka tidak mengenal kepercayaan lain kecuali agama Islam.

Juga tidak ada upacara ritual yang bersifak khas dan unik, kecuali

upacara-upacara yang diajarkan Islam, seperti tabuik, kitan dan

khatam, mengaju dan upacara memperingati orang mati. Tabuik

adalah upacara memperingati kematian Hasan dan Husain di Padang

Karabela. Upacara kitan, khatam dan mengaji Qur’an selalu

dilakukan berhubungan dengan lingkaran hidup individu, seperti

turun mandi (menyentuhkan bayi dengan tanah untuk

pertamakalinya), upacara kekah (memotong rambut bayi untuk

pertama kalinya). Meskipun demikian, dalam keadaan yang luar bias,

ada juga orang Minangkabau yang percaya terhadap hal-hal yang

tidak diajarkan oleh Islam. Ada yang percaya terhadap hantu-hantu

yang mendatangkan bencana dan penyakit kepada manusia, untuk

menolak hantu-hantu itu, mereka datang ke dukun untuk meminta

pertolongannya. Ada juga orang Minangkabau yang percaya adanya

orang-orang yang memiliki kekuatan gaib tertentu yang dapat

merugikan atau melindungi mereka setiap niat dan perbuatan jahat

orang lain.

Koentjaraningrat (1999)

mengklasifikasikan kebudayaan suku

bangsa Minangkabau ke dalam tipe masyarakat pedesaan bercocok

tanam di ladang atau di sawah dengan padi sebagai tanaman

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

146

pokoknya. Sistem dasar kemasyarakatannya berupa desa komuniti

petani dengan differensiasi dan stratifikasi sosial yang sedang.

Masyarakat kota yang menjadi arah orientasinya mewujudkan suatu

peradaban bekas kerajaan berdagang dengan pengaruh yang kuat

dari agama Islam, bercampur dengan suatu peradaban kepegawaian

yang dibawa oleh sistem pemerintah kolonial, gelombang pengaruh

kebudayaan Hindu tidak dialami atau hanya sedemikian kecilnya

sehingga terhapus oleh pengaruh agama Islam.

d.

Studi Etnografi Bali

Suku bangsa Bali mendiami pulau

Bali, dikenal dengan nama daerah tingkat

I / Propinsi Bali. Luas pulau Bali 5808,8 km

2

.

Gugusan pegunungan yang membujur

dari barat ke timur memisahkan wilayah

Bali menjadi dua bagian, yaitu dataran

sebelah utara (lebih sempit) dan dataran

sebelah selatan (lebih luas). Sebagian besar

wilayah pengunungan masih tertutup oleh

hutan rimba yang lebat. Di daerah

pengunungan ini terdapat kuil-kuil (pura)

yang dianggap suci oleh orang Bali, seperti

Pura Pulaki, Pura Batukau dan terutama sekali Pura Besakih. Bahasa Bali

termasuk keluarga bahasa-bahasa Indonesia dan tidak jauh berbeda

dengan bahasa-basaha Indonesia lainnya. Peninggalan-peninggalan prasati

kuno menunjukkan adanya suatu bahasa Bali Kuno yang agak berbeda

dengan bahasa Bali sekarang. Bahasa Bali Kuno dipengaruhi oleh kata-

kata Sangsekerta dan bahasa Jawa-Majapahit, sehingga tidak

mengherankan apabila bahasa Bali mengenal perbendaharaan kata-kata

“hormat” meskipun tidak sebanyak dalam bahasa Jawa.Bahasa hormat

ini dipakai saat berbicara dengan orang-orang tua dan orang-orang yang

dihormati, meskipun saat ini sudah mengalami perubahan akibat dari

modernisasi.

1)

Sistem mata pencaharian.

Mata pencaharian utama orang Bali adalah

bercocok tanam, sebagian kecil lainnya beternak, berdagang, menjadi

buruh, pegawai atau yang lainnya. Terdapat perbedaan cara

pengolahan tanah pada berbagai tempat di Bali. Bali bagian utara,

tanah datarannya sedikit, curah hujan kurang mengakibatkan

bercocok tanam tidak begitu berkembang bila dibanding dengan

Sumber.

Indonesia Heritage

Gambar 5.5

Masyarakat Bali juga

memiliki ciri khas dan karakteristik

tersendiri yang dapat dikenal oleh

masyarakat lain.

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

147

daerah Bali bagian Selatan. Di berbagai tempat yang kurang

menguntungkan bagi bercocok tanam padi, timbul usaha-usaha

menanam buah-buahan, palwija, kelapa dan kopi. Hasilnya sangat

berkualitas sehingga menjadi komoditas niaga ekspor bangsa

Indonesia.

2)

Sistem kekerabatan,

Perkawinan memiliki arti penting dalam

kehidupan orang Bali, karena melalui perkawinan barulah seseorang

dianggap sebagai warga penuh dari masyarakat yang berhak

memperoleh hak-hak dan kewajiban-kewajiban seorang warga

masyarakat dan kelompok kerabat. Perkawinan ideal bagi suku

bangsa Bali adalah perkawinan antara pria dan wanita yang dianggap

sederajat. Perkawinan suku bangsa Bali bersifat endogami klen, baik

bersifar dadai maupun kasta. Perkawinan sangat ideal orang Bali

adalah perkawinan antara anak-anak dari dua orang saudara laki-

laki. Sistem garis keturunan dan hubungan kekerabatan orang Bali

berpegang teguh pada prinsip patrilineal yang amat dipengaruhi oleh

sistem keluarga luas patrilineal yang mereka sebut dadia dan sistem

pelapisan sosial yang disebut wangsa (kasta). Pelapisan sosial

masyarakat Bali terdiri dari 3 (tiga), yaitu kelas sosial utama, madia

dan nista. Kasta utama dan tertinggi adalah golongan brahmana, kasta

madia adalah golongan ksatria dan kasta nista adalah golongan

waisya. Masih ada kelas sosial lainnya yang dianggap sebagai kelas

sosial paling rendah, yaitu orang-orang yang tidak berkasta disebut

dengan sudra (jabawangsa).

3)

Sistem kemasyarakatan,

kesatuan wilayah tempat tinggal orang Bali

disebut desa. Ada dua jenis desa, yaitu desa di daerah pengunungan

dan desa di daerah datar. Wilayah desa di daerah pengunungan sangat

kecil dan jumlah penduduknya sangat terbatas. Wilayah desa daerah

datar luas dan jumlah penduduknya lebih banyak. Dalam desa daerah

datar sering terdapat differensiasi ke dalam kesatuan-kesatuan adat

yang disebut dengan Banjar. Keanggotaan Banjar bersifat terbuka dan

terbatas pada orang-orang yang lahir di Banjar itu. Bale Banjar

merupakan pusat Banjar yang dijadikan sebagai tempat warga Banjar

saling bertemu dan berapat pada hari-hari yang tetap. Banjar dipimpin

seorang kepala yang disebut dengan klian banjar. Ia dipilih secara

demokratis untuk masa jabatan tertentu oleh warga Banjar. Tugasnya

sangat luas meliputi kehidupan sosial dan keagamaan.

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

148

4)

Agama dan sistem religi

, agama utama suku bangsa Bali adalah agama

Hindu-Bali. Sebagian kecil dari orang Bali ada juga yang menganut

agama Kristen, Katolik dan Islam. Di dalam kehidupan

keagamaannya, orang yang beragama Hindu-Bali percaya akan

adanya satu Tuhan, dalam bentuk konsep

Trimurti Yang Esa.

Ada

tiga wujud Trimurti, yaitu wujud Brahmana sebagai pencipta, wujud

Wisnu sebagai pelindung dan pemelihara dan wujud Siwa sebagai

pelebur dari segala yang ada. Selain itu orang Bali juga percaya kepada

pelbagai dewa dan roh yang lebih rendah dari Trimurti dan yang

mereka hormati dalam upacara bersaji. Pengaruh agama Hindu-Bali

sangat tampak pada kehidupan sosial budaya orang Bali. Oleh karena

itu sikap dan perbuatan mereka selalu didasari nilai-nilai athman

(menganggap penting konsepsi tentang Roh Abadi), karmapal (adanya

buah setiap pebuatan), purnabawa (kelahiran kembali sang jiwa),

moksa (kebebasan jiwa dari kelahiran kembali). Ada tiga tahap

upacara kematian orang Bali, yaitu ngaben (pembakaran mayat),

nyekah (upacara penyucian) dan upacara ngelinggihang

Koenjaraningrat (1999)

mengelompokkan suku bangsa Bali pada

tipe masyarakat pedesaan berdasarkan bercocok tanam di sawah dengan

padi sebagai tanaman pokoknya. Sistem dasar kemasyarakatannya berupa

komuniti petani dengan differensiasi dan stratifikasi sos

ial yang agak

kompleks. Masyarakat kota yang menjadi arah orientasinya itu

mewujudkan suatu peradaban bekas kerajaan pertanian bercampur

dengan peradaban kepegawaian yang dibawa oleh sistem

pemerintahan kolonial. Semua gelombang pengaruh kebudaan asing

dialami.

e.

Studi Etnografi Suku bangsa Jawa

Orang Jawa sering menyebut diriya

Wong Jowo atau Tiang Jawi. Jumlah

populasinya paling banyak dibandingkan

dengan suku bangsa lainnya di Indonesia.

Daerah kebudayaan Jawa meliputi seluruh

bagian tengah dan timur dari pulau Jawa.

Daerah yang menjadi orientasi kebudayaan

Jawa (kejawen) adalah Banyumas, Kedu,

Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang

dan Kediri. Dari 7 (tujuh) daerah itu yang

dianggap menjadi pusat kebudayaan Jawa

Gambar 5.6

Etnografi Jawa

identik dengan acara ritual

Sumber.

Indonesian Heritage 8

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

149

adalah Yogyakarta dan Surakarta, kedua daerah ini adalah bekas daerah

kerajaan Mataram yang pecah pada tahun 1755. Pada masa ini suku bangsa

Jawa telah menyebar keberbagai daerah di Indonesia, terutama sebagai

akibat dari program transmigrasi. Kemungkinan besar kita dapat

menemukan suku bangsa di semua provinsi Indonesia. Bahkan penyebaran

suku bangsa sampai ke daerah Suriname (Amerika Sekatan), Afrika Selatan

dan Haiti di Lautan Teduh.

1)

Bahasa,

menurut Koentjaraningrat (1999), pada waktu mengucapkan

bahasa Jawa, seseorang harus memperhatikan dan membeda-bedakan

keadaan orang yang diajak berbicara atau yang sedang dibicarakan,

berdasarkan usia dan status sosialnya. Ditinjau dari tingkatannya,

bahasa Jawa terdiri dari bahasa jawa Ngoko dan bahasa jawa Krama.

Bahasa Jawa Ngoko dipakai untuk orang yang sudah dikenal akrab,

dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah derajat

atau status sosialnya. Bahasa Jawa Krama dipergunakan untuk bicara

dengan orang yang belum dikenal akrab, tetapi yang sebaya dalam

umur maupun derajat, dan juga terhadap orang yang lebih tinggi

umur serta status sosialnya. Dari kedua macam derajat bahasa ini,

timbul berbagai variasi dan kombinasi dalam bahasa Jawa, yang

terletak diantara bahasa Jawa Ngoko dan Bahasa Krama, yaitu bahasa

Jawa Madya Ngoko, bahasa Jawa Madyaantara dan Bahasa Jawa

Madya Krama. Jenis lainnya dari bahasa Jawa adalah bahasa Krama

Inggil, terdiri dari 300 kata-kata yang dipakai untuk menyebut nama-

nama anggota badan, aktivitas, benda milik, sifat-sifat dan emosi-emosi

dari orang-orang yang lebih tua umur atau lebih tinggi derajat sosial.

Jenis lainnya lagi adalah Kedaton (atau bahasa Bagongan) yang khusus

dipergunakan di kalangan istana. Jenis lainnya adalah bahasa Jawa

Krama Desa atau bahasa orang-orang di desa-desa; dan akhirnya

bahasa Jawa Kasar yakni salah satu macam bahasa daerah yang

diucapkan oleh orang-orang yang sedang dalam keadaan marah atau

mengumpat seseorang.

2)

Sistem mata pencaharian,

mata pencaharian suku bangsa Jawa adalah

bertani. Suku bangsa Jawa yang tinggal di pegunungan menggarap

dan mengerjakan tegalan (pertanian dalam bentuk kebun kering).

Suku bangsa yang tinggal di dataran-dataran rendah mengolah tanah-

tanah pertanian dalam bentuk sawah. Jenis tanaman yang mereka

tanam selain padi adalah berbagai jenis tanaman palawija (ketela

pohon, jagung, ketela rambat, kedelai, kacang tanah, kacang tunggak,

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

150

gude, dan lain-lain), baik sebagai tanaman utama atau sebagai

tanaman penyela diantara musim yang tepat untuk menanam padi.

Banyak juga dari suku bangsa Jawa yang bermatapencaharian sebagai

pegawai, tukang, pedang dan pengrajin.

3)

Sistem kekerabatan,

suku bangsa Jawa

memiliki beberapa aturan mengenai

perkawinan. Adat istiadat mereka tidak

membolehkan perkawinan antara

saudara sekandung dan pancer lanang

(yaitu anak dari dua orang saudara

sekandung laki-laki; apabila mereka itu

adalah misan dan apabila laki-laki

lebih muda menurut ibunya daripada

pihak wanita). Bila tidak termasuk

pada hubungan kekerabatan, itu

mereka membolehkan perkawinan. Suku bangsa Jawa menerapkan

prinsip keturunan bilateral dalam menentukan kekerabatan. Semua

kakak laki-laki serta kakak wanita ayah dan ibu beserta isteri-isteri

maupun suami-suami masing-masing disebut siwa atau uwa. Adik-

adik dari ayah dan ibu disebut paman (adik laki-laki) dan bibi (adik

perempuan).

4)

Sistem kemasyarakatan,

suku bangsa Jawa mengenal kelurahan (desa)

sebagai kesatuan wilayah tempat tinggal. Kelurahan dikepalai oleh

seorang lurah (petinggi, bekel, glondong) yang dipilih oleh rakyat lurah

yang bersangkutan secara demokratis secara berkala. Lurah dibantu

oleh beberapa pembantunya dalam menjalankan tugas-tugasnya,

mereka semua disebut dengan pamong desa. Tugas pokok pamong

desa adalah mensejahterakan rakyat desa dan memelihara ketertiban

desa. Diatas kelurahan terdapat satuan daerah administratif yang

disebut dengan kecamatan (terdiri dari 15 sampai dengan 25

kelurahan), kecamatan dipimpin oleh seorang camat. Tiang Jawa

membedakan orang-orang dalam masyarakatnya menjadi priyayi

dan wong cilik. Priyayi adalah lapisan masyarakat atas, terdiri dari

pegawai negeri dan kaum terpelajar. Wong cilik adalah lapisan

masyarakat vawah, terdiri dari petani, tukang dan pekerja kasar

lainnya. Berdasarkan tinjauan agama, Tiang Jawa mengelompokkan

dirinya menjadi santri dan kejawen. Santri adalah orang Jawa yang

beragama Islam dan menerapkan ajaran agama Islam. Kejawen adalah

Sumber.

Indonesia Heritage

Gambar 5.7

Perkawinan suku

bangsa Jawa menggunakan prinsip

keturunan bilateral

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

151

orang yang beragama Islam tetapi tidak sepetuh Santri dalam

menerapkan ajaran agama Islam.

5)

Agama dan sistem religi,

mayoritas suku jawa menganut agama Islam.

Sebagian kecil dari antara mereka ada yang menganut agama Kristen,

Katolik, Hindu dan Budha. Tiang Jawa yang menganut agama Islam

dikelompokkan menjadi dua, yaitu santri dan kejawen. Santri adalah

orang yang menganut agama Islam dan menerapkannya dalam

kehidupan sehari-hari. Orang yang menganut Islam Kejawen,

walaupun tidak menjalankan salat, puasa serta tidak bercita-cita naik

haji, tetapi mereka percaya kepada ajaran keimanan agama Islam.

Tuhan mereka sebut Gusti Allah dan Nabi Muhammad adalah

Kangjeng Nabi. Disamping itu mereka juga membayar zakat. Pola

pikir Tiang Jawa penganut agama Islam Kejawen adalah bahwa hidup

telah ada yang mengatur, oleh karena itu mereka biasanya sangat

percaya dan memasrahkan diri pada takdir, sehingga sikap pasrah

(nerima) sangat tampak pada kehidupan mereka sehari-hari.

6)

Agama dan sistem religi,

orang-orang suku bangsa Jawa percaya juga

kepada adanya satu kekuatan yang melebihi segala kekuatan yang

ada dimana saja, yang pernah ada, mereka menyebutnya

kasakten.

Diantara mereka masih ada yang percaya kepada arwah atau ruh

leluhur, dan makhluk-makhluk halus seperti misalnya memedi,

lelembut, tuyul, demit serta jin dan lainnya yang menempati alam

sekitar tempat tinggal mereka. Salah satu fungsi makhluk halus bagi

kehidupan berdasarkan kepercayaan mereka adalah membantu

mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan, ketenteraman ataupun

keselamatan. Fungsi lainnya dari makhluk halus dipercaya juga dapat

mendatangkan gangguan pikiran, gangguan kesehatan bahkan

kematian.

Koentjaraningrat (1999)

mengelompokkan suku bangsa Jawa

pada tipe masyarakat pedesaan berdasarkan bercocok tanam di sawah

dengan padi sebagai tanaman pokoknya. Sistem dasar

kemasyarakatannya berupa komuniti petani dengan differensiasi dan

stratifikasi sosial yang agak kompleks. Masyarakat kota yang menjadi

arah orientasinya itu mewujudkan suatu peradaban bekas kerajaan

pertanian bercampur dengan peradaban kepegawaian yang dibawa

oleh sistem pemerintahan kolonial. Semua gelombang pengaruh

kebudaan asing dialami.

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

152

f.

Studi Etnografi Batak

Orang Batak adalah sebutan yang diberikan kepada orang yang

menurut pandangan mereka sendiri adalah orang Tapanuli. Suku bangsa

Batak terdiri dari beberapa sub suku, yaitu Batak Karo, Batak Simalungun,

Batak Pakpak, Batak Toba, Batak Angkola dan Batak Mandailing. Suku

bangsa Batak memiliki satu nenek moyang yang sama, yang disebut

dengan si Raja Batak. Suku bangsa Tapanuli mendiami daerah

pengunungan Sumatera Utara, mulai dari perbatasan Daerah Istimewa

Aceh di utara sampai ke perbatasan dengan Riau dan Sumatera Barat di

sebelah selatan. Ada juga orang Tapanuli yang mendiami tanah datar yang

berada di antara daerah pengunungan dengan pantai Timur Sumatera

Utara dan pantai barat Sumatera Utara. Semua wilayah yang

digambarkan di atas dikenal dengan nama dataran tinggi Karo, Langkat

Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Dairi, Toba, Humbang,

Silindung, Angkola, dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Tanah-tanah yang

didiami suku bangsa Batak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tanah

yang baik bagi pertanian dan tanah yang kurang subur bagi pertanian.

Sejak jaman dahulu, telah tersedia sarana jalan raya yang mencapai seluruh

pelosok daerah orang Tapanuli, hal sangat mendukung terbukanya

hubungan orang Tapanuli dengan dunia luar.

1)

Bahasa,

ibu yang digunakan suku

bangsa Batak dalam percakapan

sehari-hari adalah bahasa Batak. Ada

beberapa dialek dalam bahasa Batak,

yaitu; dialek Karo yang dipakai oleh

orang Batak Karo, dialek Pakpak yang

digunakan oleh orang Batak Pakpak,

dialek Simalungun yang digunakan

oleh orang Batak Simalungun, dialek

Toba yang digunakan oleh orang Batak

Toba, Angkola dan mandailing. Dialek

yang sangat jauh perbedaannya adalah dialek Toba dengan dialek

Karo. Bahasa Batak mengenal bahasa halus dan kasar, tetapi tidak

serumit dan sebanyak dalam bahasa Jawa.

2)

Sistem mata pencaharian,

mata pencaharian orang Batak adalah

bercocok tanam padi di sawah dengan irigasi. Selain itu di Karo,

Simalungun dan Pakpak masih ditemukan juga bercocok tanam di

Sumber.

Indonesia Heritage

Gambar 5.8

Masyarakat Batak

memiliki sistem mata pencaharian

bercocok tanam

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

153

ladang, yang dibuka hutan dengan cara menebang dan membakar

pohon. Pada sistem bercocok tanam di ladang, hak ulayat tanah

dipegang oleh huta. Warga huta boleh menggarap tanah itu seolah-

olah tanahnya sendiri, tetapi tidak dapat menjual tanah itu tanpa

persetujuan dari huta yang diputuskan dengan musyawarah. Pada

saat ini, selain bertani, suku bangsa Batak juga sudah

bermatapencaharian dengan menggeluti berbagai jenis pekerjaan,

seperti perukangan, perdagangan, pegawai negeri dan pengrajin.

3)

Sistem kekerabatan,

perkawinan bagi suku bangsa Batak merupakan

pranata yang bukan hanya mengikat seorang pria dan wanita tetapi

juga mengikat keluarga pengantin pria dan keluarga pengantin

wanita. Perkawinan ideal adalah perkawinan namarpariban, yaitu

perkawinan antara seorang laki-laki dengan anak perempuan saudara

laki-laki ibunya. Perkawinan yang sangat dipantungkan adalah

perkawinan antar orang-orang satu marga. Kesatuan hidup

kekerabatan terkecil pada orang Batak adalah keluarga inti monogami

(saama, saripe, seamang, sepanganan, atau sada bapa, yang berarti

sekeluarga atau satu bapak). Suku bangsa Batak juga mengenal

kelompok kekerabatan satu satu nini atau saompu, didalamnya

termasuk semua orang yang memiliki hubungan patriakal sampai 20

generasi jauhnya. Kelompok kekerabatan yang lebih besar lagi adalah

marga, bisa berarti klen besar atas dasar prinsip patrilineal, contohnya

Siahaan, Ginting, Siregar, dan sebabainya, bisa juga berarti gabungan

dari beberapa marga, contohnya adalah lontung, Sumba, Borbor, dan

sebagainya). Hubungan kekerabatan suku bangsa Batak diatur oleh

ikatan adat yang disebut dengan dalihan na tolu (pokok yang tiga).

Terdiri dari dongan sabutuha (orang-orang bersaudara), hula-hula

(kelompok lain dari pihak laki-laki yang menerima gadis untuk

diperistri), boru (kelompok lain dari pihak perempuan yang

memberikan anak gadisnya untuk diperistri). Hula-hula harus

menyanyangi borunya, sebaliknya boru harus menghomati hula-

hulanya. Dan sesama orang yang bersaudara harus saling mendukung

dan membantu. Seiap orang Batak pasti mengalami ketiga kedudukan

itu (boru, hula-hula atau dongantubu) secara bergantian sesuai dengan

kedudukannya pada setiap upacara dan pesta adat.

4)

Sistem kemasyarakatan,

kesatuan wilayah administrasi suku bangsa

Batak adalah desa yang mereka sebut dengan nama huta, kuta,

lumban, sosor, bius, pertahian, urung dan pertumpukan. Huta

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

154

merupakan kesatuan teritorial yang dihuni oleh keluarga yang berasal

dari satu klen (marga). Awalnya setiap huta dikelilingi oleh suatu parit,

dinding tanah yang tinggi dan rumput-rumput bambu yang tumbuh

rapat. Kegunaannya adalah sebagai alat pertahanan huta. Di dalam

huta terdapat deretan rumah yang dipisahkan oleh halaman sebagai

tempat pesta perkawinan, upacara kematian, dan sebagainya. Pada

setiap huta juga terdapat lumbung sebagai tempat untuk menyimpan

padi, dan juga tempat muda-mudi untuk bersenda gurau. Di setiap

huta terdapat balai desa (partukhoan) yaitu berguna sebagai tempat

bersidang (musyawarah) yang berada dekat pintu gerbang huta. Ciri

khas huta adalah pohon beringin yang selalu ada di depan huta, bagai

orang Batak, pohon beringin melambangkan alam semesta.

5)

Agama dan sistem religi,

mayoritas suku bangsa Batak menganut

agama Kristen, Katolik dan Islam. Agama Kristen dan Katolik disiarkan

oleh zending dan missie Jerman ke daerah Toba dan Simalungun.

Agama Islam disiarkan oleh orang-orang Minangkabau ke orang

Batak Mandailing dan Angkola. Hasilnya, sampai sekarang orang-

orang Batak Toba dan Batak Simalungun mayoritas menganut agama

Kristen dan Katolik, sementara orang Batak Mandailing dan Angkola

mayoritas menganut agama Islam. Religi tradisional suku bangsa

Batak dikenal dengan nama permalim atau perbaringin atau pelbegu.

Religi tradisional mereka mengenal

Debata (ompung) Mulajadi na Bolon

sebagai pencipta alam beserta isinya yang bermukim di atas langit

dan mempunyai nama-nama lain sesuai dengan tugas dan tempat

kedudukannya.

Debata (ompung) Mulajadi na Bolon

sebagai penguasa

dunia tengah bertempat tinggal di dunia ini dikenal dengan nama

Silaon na Bolon.

Debata (ompung) Mulajadi na Bolon

sebagai penguasa

dunia makhluk halus dikenal dengan nama

Pane na Bolon.

1.

Bagaimana cara mempelajari studi etnografi!

2.

Jelaskan tentang cara bangsa Indonesia mempertahankan

integrasi etnografinya!

3.

Coba kalian deskripsikan bentuk etnografi di daerah kalian!

4.

Jelaskan perkembangan etnografi di masyarakat kalian!

Analogi Budaya:

“Mari kembangkan orientasi kecakapan pada diri kalian!”

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

155

B.

Pemetaan Penyebaran Bahasa Lokal

1.

Pemetaan Bahasa Lokal

Pemetaan bahasa adalah usaha untuk memberikan gambaran umum

mengenai sejumlah bahasa daerah dan dialeknya (bahasa lokal). Gambaran

umum yang harus dimuat dalam peta bahasa meliputi ruang lingkup,

dan gejala-gejala kebahasaan dengan cara mengelompokkan dan

memaparkan ciri-ciri dialek dan mencari dan menemukan hubungan yang

ada antara batas-batas dialek atau bahasa dengan batas-batas alam

maupun sejarah yang kemudian lagi diarahkan untuk menemukan gejala-

gejala yang rumit dan saling bertentangan (Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983).

Banyak kesulitan yang ditemukan dalam memetakan bahasa daerah

dan dialeknya yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Kesulitan

pertama adalah belum ada yang tahu pasti berapa jumlah bahasa daerah

di Indonesia. Bila diasumsikan bahwa satu suku bangsa memiliki satu

bahasa, maka jumlah suku bangsa Indonesia adalah jumlah bahasa daerah

(lokal), sementara itu menentukan jumlah suku bangsa Indonesia masih

sebuah perdebatan. Menurut Koentjaraningrat (1999), jumlah suku bangsa

Indonesia menurut Zulyani Hidayah sebanyak 656 suku bangsa, sementara

J.M. Melalatoa memberikan angka hampir 500 suku bangsa, di lain pihak

Indonesian Heritage jilid 10 (2002) memberi perkiraan berkisar dari angka

terendah 69 sampai tertinggi 578 bahasa daerah yang ada di Indonesia.

Tentu saja perbedaan jumlah itu dapat diterima sebagai akibat dari

perbedaan ukuran dan kriteria yang digunakan para peneliti dalam

menentukan suku bangsa dan bahasa daerah. Jadi memang sangat sulit

untuk menentukan berapa jumlah pasti bahasa daerah di Indonesia,

akibatnya sangat sukar memetakan bahasa daerah di Indonesia.

Kesulitan kedua adalah belum adanya daftar nama baku untuk semua

bahasa daerah yang ada di Indonesia. Tolak ukur apakah yang digunakan

untuk menentukan nama suatu bahasa daerah? Kebanyakan buku

Antropologi Linguistik memberi nama bahasa berdasarkan nama suku

bangsanya. Bahasa suku bangsa Jawa adalah bahasa Jawa, bahasa suku

bangsa Batak adalah bahasa Batak, dan seterusnya. Padahal ditemukan

dua versi penamaan terhadap suatu suku bangsa, yaitu versi orang luar

dan versi suku bangsa itu sendiri. Satu contohnya adalah orang luar

menyebut mereka sebagai suku bangsa Batak (orang Batak) tetapi mereka

sendiri menyebut dirinya sebagai suku bangsa Tapanuli (orang Tapanuli.

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

156

Akibatnya ada dua nama untuk satu bahasa, yaitu bahasa Batak atau

bahasa Tapanuli. Contoh lainnya adalah suku bangsa Solor, orang lain

memberi nama suku bangsa solor kepada orang-orang yang mendiami

daratan pulau Solor yang terletak di sebelah selatan pulau Adonara, dan

di sebelah timur pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Mereka

sendiri menyebut dirinya sebagai orang Holo, Solot atau Ata Kiwan. Hal

itu sangat mempengaruhi nama bahasa mereka, ada yang mnyebutnya

bahasa Solor, bahasa Holo, bahasa Solot atau bahasa Ata Kiwan. Jadi

memang sangat sulit menentukanpemetaan bahasa akibat dari sukar

menentukan nama baku untuk setiap bahasa daerah yang bersangkutan.

Kesulitan yang ketiga adalah sangat sukar untuk menentukan jumlah

penutur setiab bahasa daerah. Penyebab utamanya adalah sifat manusia

yang sangat dinamis, manusia tumbuh dan berkembang setiap waktu,

dengan sendirinya jumlah penutur setiap bahasa daerah bergerak, tumbuh

dan berkembang setiap saat. Pada contoh di atas di kata bahwa jumlah

penutur bahasa Bgu adalah dibawah angka seribu orang menurut Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan tahun 1983, tetapi menurut Zulyani Hidayah (1999) jumlah

suku bangsa sudah 4.500 pada tahun 1966. Berapa jumlah mereka

sekarang? Tentu harus dilakukan penghitungan ulang kembali. Jadi

memang sangat sulit menentukan jumlah penutur setiap bahasa daerah,

akibatnya sukar juga untuk memetakan bahasa daerah.

Kesulitan-kesulitan itu tidak lantas membuat para Antropologist

menyerah memetakan bahasa daerah di Indonesia. Telah banyak usaha

dilakukan untuk memetakan bahasa daerah di Indonesia. Pemetaan itu

khususnya dilkaukan terhadap bahasa-bahasa daerah yang memiliki

jumlah penutur yang banyak. Sebahagian pemetaan bahasa daerah itu

dapat kita lihat pada kolom di bawah ini.

No.

Bahasa

Penutur

Keterangan

Daerah

1.

Jawa

75.000.000

B

ahasa Jawa memiliki tingkatan, pada

waktu mengucapkan bahasa Jawa,

seseorang harus memperhatikan dan

membeda-bedakan keadaan orang

yang diajak berbicara atau yang

sedang dibicarakan, berdasarkan usia

dan status sosialnya. Ditinjau dari

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

157

tingkatannya, bahasa Jawa terdiri dari

bahasa jawa Ngoko dan bahasa jawa

Krama. Bahasa Jawa Ngoko dipakai

untuk orang yang sudah dikenal

akrab, dan terhadap orang yang lebih

muda usianya serta lebih rendah

derajat atau status sosialnya. Bahasa

Jawa Krama dipergunakan untuk

bicara dengan orang yang belum

dikenal akrab, tetapi yang sebaya

dalam umur maupun derajat, dan

juga terhadap orang yang lebih tinggi

umur serta status sosialnya. Dari kedua

macam derajat bahasa ini, timbul

berbagai variasi dan kombinasi dalam

bahasa Jawa, yang terletak diantara

bahasa Jawa Ngoko dan Bahasa

Krama, yaitu bahasa Jawa Madya

Ngoko, bahasa Jawa Madyaantara

dan Bahasa Jawa Madya Krama. Jenis

lainnya dari bahasa Jawa adalah

bahasa Krama Inggil, terdiri dari 300

kata-kata yang dipakai untuk

menyebut nama-nama anggota

badan, aktivitas, benda milik, sifat-

sifat dan emosi-emosi dari orang-orang

yang lebih tua umur atau lebih tinggi

derajat sosial. Jenis lainnya lagi adalah

Kedaton (atau bahasa Bagongan)

yang khusus dipergunakan di

kalangan istana. Jenis lainnya adalah

bahasa Jawa Krama Desa atau bahasa

orang-orang di desa-desa; dan

akhirnya bahasa Jawa Kasar yakni

salah satu macam bahasa daerah yang

diucapkan oleh orang-orang yang

sedang dalam keadaan marah atau

mengumpat seseorang.

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

158

2

Melayu

28.000.000

Bahasa Melayu dapat ditemukan di

Jambi, Langkat dan Riau. Masyarakat

Jambi menggunakan bahasa Melayu

Jambi. Masyarakat Langkat

menggunakan bahasa Melayu

Langkat dan bahasa Melayu Riau

menggunakan bahasa Melayu Riau.

Menurut Zulyani Hidayah (1999),

Bahasa Melayu yang dipakai di Jambi

sangat dekat dengan bahasa Indone-

sia. Bedanya hanya sedikit, misalnya

kata-kata yang berakhiran A dalam

bahasa Indonesia, dalam bahasa

Melayu Jambi menjadi O, seperti duga

menjadi dugo, mata menjadi mato,

kemana menjadi kemano, permata

menjadi permato, dan seterusnya.

3

Sunda

27.000.000

Bahasa Sunda mengenal tingkatan

bahasa, yaitu: Bahasa Lemes (bahasa

halus), Bahasa Sedang dan Bahasa

Kasar, yang dibagi-bagi menjadi

Cohag (kasar) dan Cohag pisan (kasar

sekali). Bahasa Sunda terutama

digunakan dalam lingkungan

keluarga, di dalam percakapan

anatara kawan dan kenalan yang

akrab, dan juga ditempat-tempat

umum dan resmi diantara orang-or-

ang yang saling mengetahui, bahwa

mereka itu menguasai bahasa Sunda.

4

Madura

9.000.000

Suku bangsa Madura menggunakan

bahasa Madura dalam percakapan

sehari-hari. Bahasa Madura memiliki

beberapa dialek, yaitu dialek Kangean,

dialek Sumenep, dialek pamekasan,

dialek Bangkalan, dialek probolinggo,

dialek Bondowoso dan dialek

Situbondo. Bahasa Madura juga

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

159

mengenal tingkatan bahasa, yaitu

bahasa kasar, bahasa menengah dan

bahasa halus. Bahasa kasar dipaki

untuk komunikasi sehari-hari (Zulyani

Hidayah, 1999)

5

Minangkabau

6.500.000

Bahasa

ibu Mingkabau adalah

bahasa Minangkabau berlaku bagi

semua suku bangsa Minangkabau.

Bahasa ini memiliki hubungan yang

erat dengan bahasa Melayu. Menurut

penelitian ilmu bahasa, bahasa

Minangkabau boleh merupakan

sebuah bahasa tersendiri, tetapi boleh

juga dianggap sebagai sebuah dialek

saja dari bahasa Melayu. Kata-kata

dalam bahasa Melayu, umumnya

dapat dicarikan kesamaannya dalam

bahasa Minangkabau dengan jalan

merobah bunyi-bunyi tertentu saja.

Perhatikan contoh-contoh berikut ini:

jua

‘jual’,

alui

‘halus’,

taba

‘tebal’,

lapa

‘lapar’,

saba

‘sabar’,

takuik

‘takut’, dan

sebagainya. Disamping itu banyak

kata-kata yang sama betul antara

Bahasa Melayu dan Minangkabau

(Koentjaraningrat, 1999).

6

Bali

6.000.000

B

ahasa Bali termasuk keluarga

bahasa-bahasa Indonesia dan tidak

jauh berbeda dengan bahasa-basaha

Indonesia lainnya. Peninggalan-

peninggalan prasati kuno

menunjukkan adanya suatu bahasa

Bali Kuno yang agak berbeda dengan

bahasa Bali sekarang. Bahasa Bali

Kuno dipengaruhi oleh kata-kata

Sangsekerta dan bahasa Jawa-

Majapahit, sehingga tidak

mengherankan apabila bahasa Bali

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

160

mengenal perbendaharaan kata-kata

“hormat” meskipun tidak sebanyak

dalam bahasa Jawa.Bahasa hormat ini

dipakai saat berbicara dengan orang-

orang tua dan orang-orang yang

dihormati, meskipun saat ini sudah

mengalami perubahan akibat dari

modernisasi.

7

Bugis

3.600.000

O

rang Bugis sering juga disebut orang

Ugi. Bahasa sehari-hari yang

digunakan adalah bahasa Ugi atau

bahasa Bugis. Menurut ahli

etnolinguistik klasik, Esser, Bahasa

Bugis sekelompok dengan bahasa-

bahasa orang Lawu, Sa’dan, Mandar,

Pitu Ulunna Sallu, Makasar dan Seko.

Bahasa Bugis terdiri pula atas

beberapa dialek, seperti dialek Bone,

Soppeng, Luwuk, Wajo, Bulukumba,

Sidenreng, Pare-Pare dan lain-lain.

Sejak berabad-abad yang lalu orang

Bugis telah mengenal tulisan sendiri

yang disebut aksara lontarak, yaitu

aksara tradisional yang mungkin

berasal dari huruf sansekertayang

ditulis di atas daun lontar (daun sejenis

palem) (Zulyani Hidayah, 1999).

8

Sasak

2.100.000

Suku bangsa Sasak mengg

unakan

bahasa Sasak dalam percakapan

sehari-hari. Bahasa Sasak terdiri atas

beberapa dialek, yaitu dialek Sasak

Pejanggi, dialek sasak Selaparang,

dialek Sasak Tanjong, dialek Sasak

Pujut, dialek Sasak sembalun, dialek

Sasak Tebango dan dialek Sasak

Pengantap. Bahasa Sasak juga

mengenal tingkatan bahasa, yaitu

halus dalem, halus biasa dan kasar

(bahasa pasar).

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

161

9

Batak

2.000.000

B

ahasa

ibu yang digunakan suku

bangsa Batak dalam percakapan

sehari-hari adalah bahasa Batak. Ada

beberapa dialek dalam bahasa Batak,

yaitu; dialek Karo yang dipakai oleh

orang Batak Karo, dialek Pakpak

yang digunakan oleh orang Batak

Pakpak, dialek Simalungun yang

digunakan oleh orang Batak

Simalungun, dialek Toba yang

digunakan oleh orang Batak Toba,

Angkola dan mandailing. Dialek yang

sangat jauh perbedaannya adalah

dialek Toba dengan dialek Karo.

Bahasa Batak mengenal bahasa halus

dan kasar, tetapi tidak serumit dan

sebanyak dalam bahasa Jawa.

Investigasi Budaya:

“Ayo kembangkan wawasan kebhinekaan dan orientasi kecakapan

pada diri kalian!”

Sumber.

Tempo, 7 Januari 2001

1.

Bagaimana masyarakat primitif

melakukan komunikasi?

2.

Apakah bahasa yang dipakai sudah

menjadi bagian dari bahasa lokal?

Jelaskan alasannya!

3.

Apakah bentuk bahasa yang cocok

bagi masyarakat ini menurut kalian?

Coba kalian praktekkan dalam kehidupan

sehari-hari cara berbahasa yang baik dan

benar sesuai dengan kaidah bahasa yang ada di daerah kalian.

2.

Penyebaran Bahasa Lokal

Pemetaan penyebaran bahasa daerah adalah sangat mudah apabila tolak

ukur yang digunakan adalah daerah asal suku bangsa yang bersangkutan.

Pada saat ini, pemetaan atas tolak ukur ini tidak akan memberikan gambaran

yang menyeluruh dan aktual mengingat para penutur bahasa suku bangsa

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

162

yang bersangkutan sudah menyebar keberbagai wilayah bahkan keluar negeri.

Pemetaan penyebaran bahasa daerah adalah sangat sukar apabila tolak ukur

yang digunakan adalah penuturnya. Penyebabnya adalah perkembangan

dan penyebaran penuturnya sangat dinamis, ditambah dengan program

pemerintah pada masa lalu yang berkenaan dengan pemerataan penduduk

Indonesia, yaitu transmigrasi. Penyebaran bahasa daerah berdasarkan tolak

ukur ini, meskipun sulit tetapi akan memberikan gambaran yang menyeluruh

dan aktual. Di bawah ini disajikan beberapa penyebaran bahasa daerah,

terutama berdasarkan daerah asli penuturnya.

No.

Bahasa

Penutur

Keterangan

Daerah

1

Jawa

75.000.000

D

aerah penyebaran bahasa Jawa

meliputi seluruh bagian tengah dan

timur dari Pulau Jawa, meliputi daerah

Banyumas, Kedu, Yogyakarta,

Surakarta, Kediri, Madiun dan

Malang. Bahkan diperkirakan sampai

ke Suriname, Afrika Selatan dan Haiti

di lautan Teduh (Pasifik).

2

Melayu

28.000.000

B

ahasa Melayu Langkat memiliki

daerah penyebaran sekitar daerah

sepanjang pesisir timur pulau

Sumatera, mulai dari daerah Langkat

di utara sampai ke Labuhan Batu di

selatan. Bahasa mereka adalah bahasa

Melayu seperti umumnya dikenal or-

ang di sekitar pantai timur Sumatera

dan semenanjung Malaysia. Bahasa

Melayu Riau memiliki daerah

penyebaran propinsi Riau sekarang.

3

Sunda

27.000.000

D

aerah penyebaran bahasa Sunda

adalah tanah Pasundan atau tatar

Sunda yang sekarang kita kenal

dengan propinsi Jawa Barat. Disebelah

timur dibatasi oleh sungai-sungai

Cilosari dan Citanduy. Di luar daerah

propinsi Jawa Barat ditemukan juga

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

163

daerah-daerah yang menggunakan

bahasa Sunda, yaitu Kabupaten

Brebes, Tegal, Banyumas di Jawa

Tengah dan dan daerah transmigrasi

di Lampung Sumatera Selatan.

4

Madura

9.000.000

Daerah penyebaran bahasa Madura

meliputi pulau Madura yang terdiri

dari daerah Kangean, Sumenep,

Situbondo, Probolinggo, Bondowoso,

dan pamekasan.

5

Minangkabau

6.500.000

Penyeb

aran bahasa Minangkabau

menurut daerah asalnya kira-kira

seluas daerah propinsi Sumatera Barat

sekarang ini, dengan dikurangi daerah

kepulauan Mentawai. Suku bangsa

Minangkabau pada saat ini juga

menyebar ke berbagai daerah di In-

donesia sehingga sangat sulit untuk

menentukan secara pasti daerah

penyebaran bahasa daerah ini.

6

Bali

6.000.000

Penyeb

aran bahasa Bali meliputi

Pulau Bali yang sekarang menjadi

sebuah propinsi dengan delapan buah

kabupaten. Pulau yang terdiri dari

dataran rendah dikelilingi bagian

pesisir dan daerah perbukitan serta

pengunungan di bagian Tengah. Suku

bangsa Bali menggunakan bahasa Bali

dalam percakapan sehari-hari. Orang

Bali sangat dinamis, pada saat ini

mereka menyebar ke berbagai tempat

di Indonesia, dengan demikian bahasa

Bali juga menyebar ke berbagai

tempat, bukan hanya di Bali.

7

Bugis

3.600.000

S

aerah penyebaran bahasa Bugis

meliputi beberapa kabupaten di

Sulawesi Selatan, seperti kabupaten

Bulukumba, Sinjai, Bone, soppeng,

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

164

Wajo, Sindereng-Rappang, Pinrang,

Polewali-Mamasa, Enrekang, Pare-

Pare, Barru, Maros dan Kepulauan

Pangkajene.

8

Sasak

2.100.000

D

aerah penyebaran bahasa Sasak

meliputi Pulau Lombok di deretan

pulau-pulau Nusa Tenggara (Sunda

Kecil)

9

Batak

2.000.000

D

aerah penyebaran bahasa Batak

meliputi daerah pengunungan

Sumatera Utara, mulai dari

perbatasan Daerah Istimewa Aceh di

utara sampai ke perbatasan dengan

Riau dan Sumatera Barat di sebelah

selatan. Juga meliputi tanah datar yang

berada diantara daerah pengunungan

dengan pantai Timur Sumatera Utara

dan pantai barat Sumatera Utara.

Semua wilayah yang digambarkan di

atas dikenal dengan nama dataran

tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu,

Serdang Hulu, Simalungun, Dairi,

Toba, Humbang, Silindung, Angkola,

dan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Coba kalian kunjungi suatu desa yang ada di daerah kalian.

lakukanlah wawancara terhadap masyarakat setempat.

1.

Analisislah tentang bahasa yang digunakan apakah mengalami

perubahan!

2.

Suku bangsa apa yang kalian jumpai? Deskripsikan mengenai

sistem sosialnya!

3.

bagaimana sistem sosial tersebut mampu beradaptasi di era

modern ini!

Analogi Budaya:

“Coba kembangkan etos kerja dan orientasi kecakapan pada diri kalian!”

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

165

.....................................................................................

1.

Studi etnografi adalah pembelajaran terhadap suku bangsa yang

ada di dunia meupun di Indonesia. P

engertian suku bangsa

adalah kelompok sosial atau kesatuan hidup manusia yang

mempunyai sistem interaksi dan sistem norma. Secara umum

bentuk etnografi di Indonesia terdiri dari suku Irian Jaya, Am-

bon, Jawa, Bali, dan Minangkabau.

2.

Pemetaan bahasa lokal adalah usaha untuk memberikan

gambaran umum mengenai sejumlah bahasa dan dialeknya.

Penyebaran bahasa lokal pemerataan bahasa daerah dengan

tolak ukur suku bangsa yang bersangkutan.

1.

Tulisan yang berisi deskripsi atau gambaran mengenai kehidupan dan

kebudayaan suatu suku bangsa disebut dengan ....

a.

Antropologi

b.

Etnografi

c.

Bahasa

d.

Arkeologi

e.

Kebudayaan

2.

Sistem mata pencaharian yang terpenting dari orang Bgu adalah ....

a.

Meramu sagu

b.

Bertani sawah

c.

Bertani ladang

d.

Pertukangan

e.

Berburu & beternak

3.

Bahasa ibu yang digunakan suku bangsa Ambon adalah bahasa ....

a.

Austronesia

b.

Ternate

c.

Nusalaut

d.

Tidore

e.

Maluku

Rangkuman

Uji Kompetensi

A. Pilihlah satu jawaban yang palig benar dengan cara

memberi tanda silang (X) pada huruf

a, b, c, d

atau

e

!

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

166

4.

Orang Ambon memberi gelar Bapa Raja kepada orang-orang tertentu,

yaitu orang yang berkedudukan sebagai ....

a.

Ahli hukum adat tanah

b.

seorang panglima perang

c.

Kewang; polisi kehutanan

d.

Marinyo; penyiar berita di desa

e.

Kepala desa (kepala negeri)

5.

Kepentingan suatu keluarga dalam masyarakat Minangkabau diurus

oleh seorang laki-laki dewasa yang dikenal sebagai niniek mamak,

yaitu ....

a.

Kakek dari pihak ibu

b.

Kakek dari pihak bapal

c.

Saudara laki-laki bapak

d.

Saudara laki-laki ibu

e.

Ibu dan bapak kandung

6.

Konsep kesakten dalam suku bangsa Jawa mengandung makna ....

a.

Kepercayaan pada satu kekuatan yang melebihi segala kekuatan

yang ada dimana saja, yang pernah ada

b.

Keyakinan pada hantu dan kekuatan gaib yang dapat

mendatangkan malapetak pada kehidupan manusia

c.

Kepercayaan pada roh-roh dan dan jin yang dapat memberi

kesejahteraan dan perlindungan hidup manusia

d.

Keyakinan akan adanya satu kekuatan yang maha yang

berkedudukan sebagai pencipta alam semesta

e.

Oknum yang dipercayai sebagai pemilik kekuatan sakti yang

menjaga dan memelihara alam semesta

7.

Perkawinan ideal bagi suku bangsa Batak adalah perkawiban

namarpariban, yaitu perkawinan antara ....

a.

Seorang perempuan dengan laki-laki anak dari saudara laki-laki

ibunya

b.

Seorang laki-laki dengan perempuan anak dari saudara laki-laki

ibunya

c.

Seorang perempuan dengan laki-laki anak dari saudaranya satu

marga

d.

Seorang laki-laki dengan perempuan anak dari saudara laki-laki

bapaknya

e.

Dua orang yang memiliki persamaan wilayah dan status sosial

orang tua

Studi Etnografi dan Bahasa Lokal

167

8.

Bahasa Jawa Ngoko pada suku bangsa Jawa digunakan oleh ....

a.

Anak kepada para orang tua

b.

Upacara-upacara resmi adat

c.

Orang yang sudah dikenal akrab

d.

Orang asing yang belum akrab

e.

Orang terpelajar dan cendekiawan

9.

Penyebaran bahasa Minangkabau diperkirakan meliputi daerah ....

a.

Sumatera Barat dan Mentawai

b.

Padang, Bukit Tinggi dan Payahkumbuh

c.

Pesisir Sumatera Timur dan gugusannya

d.

Sumatera Barat, Riau dan Lampung

e.

Sumatera Barat tanpa Mentawai

10. Bahasa Ugi adalah nama bahasa yang digunakan oleh suku bangsa

....

a.

Batak

b.

Ambon

c.

Sasak

d.

Bugis

e.

Sunda

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan jelas

dan benar!

1.

Apa saja isi dari suatu studi etnografi?

2.

Apakah manfaat studi etnografi bagi kehidupan manusia?

3.

Uraikanlah agama dan sistem kepercayaan suku bangsa Batak!

4.

Apakah yang dimaksud dengan pemetaan bahasa daerah?

5.

Uraikanlah kesulitan yang ditemui dalam mengidentifikasi

penyebaran bahasa daerah!

Antropologi Kontekstual XII SMA/MA Program Bahasa

168

Proyek:

1.

Coba amatilah lingkungan di sekitar kalian!

2.

lakukanlah studi etnografi terhadap perubahan etnografi yang

terjadi pada masyarakat kalian!

3.

Berikan analisis kalian tentang perubahan etnografi yang terjadi

pada masyarakat kalian!

4.

Diskusikan dan berikanlah solusi yang tepat bagaimana cara

mempertahankan sifat etnografi?

“Ayo kembangkan etos kerja dan keingintahuan serta

orientasi kecakapan pada diri kalian”